Monday, March 19, 2007

Calon Presiden Indonesia Harus Sarjana

Syarat minimal calon presiden harus berpendidikan S1 atau sarjana, yang sebelumnya hanya SLTA, demikian salah satu bunyi RUU bidang politik yang baru.

Syarat pendidikan minimal itu untuk meningkatkan kualitas dan penyesuaian dengan perkembangan tingkat kemampuan masyarakat.

Namun secara politis, menurut hemat penulis arah RUU paket politik di atas merupakan gerakan politik yang terlalu kasar dan tendensius.

Adanya RUU tersebut justru bisa merugikan pemerintahan SBY. Karena menimbulkan asumsi untuk menjegal calon lain dan ini mengarah kuat terhadap Megawati. Seolah-olah SBY ketakutan dengan Megawati sekaligus sebagai revan politik masa lalu.

Pemimpin dan Pimpinan

Kata orang bijak, ayam berkokok tanda hari akan pagi, tetapi pagi hari bukan disebabkan oleh ayam berkokok. Sosok pemimpin tidak mutlak ditentukan oleh pendidikan formal. Karakter pemimpin bahkan bisa telah ada sejak seseorang dilahirkan. Sejarah mencatat, dunia telah melahirkan banyak pemimpin besar tanpa latar belakang pendidikan formal yang melangit maupun titel yang berderet.

Jabatan presiden adalah jabatan politis bukan profesi. Yang di perlukan adalah sosok yang mempunyai karakter pemimpin dan mampu memimpin bangsa.

Harus dibedakan antara Pemimpin dan Pimpinan. Pemimpin adalah seorang figur berkarakter sedang Pimpinan merupakan aspek manajerial. Indonesia membutuhkan pemimpin yang tegas, cerdas, beriman dan berani dalam penegakan hukum.

Saya sependapat dengan Wakil Ketua DPR RI, Zaenal Ma’arif yang menyatakan tidak setuju syarat sarjana dicantumkan sebagai salah satu persyaratan menjadi Presiden RI. Jabatan presiden bukan persoalan akademis. Status akademis tidak bisa dijadikan jaminan kepiawaian seseorang dalam memimpin negara. Karena persoalan negara bukanlah persoalan akademis. Tapi lebih karena kemampuan manajerial dan feeling yang bagus. Lagi pula tidak semua warga yang memenuhi syarat mampu untuk meneruskan ke perguruan tinggi. Mestinya peraturannya normatif saja.

Lagi pula perilaku para pemimpin sejauh ini sangat tidak peduli dan tidak peka terhadap rakyat. Mereka lebih mementingkan pribadi dan kelompoknya. Inilah penyebab utama yang menjadikan bangsa kita senantiasa dalam keterpurukan.